Friday 17 February 2017

Makalah Wakaf


MAKALAH WAKAF

Disusun Oleh :

…………………………

Kelas IX F

 















SMP NEGERI 1 
KEC. SIDOMULYO KAB. LAMPUNG SELATAN
TAHUN PELAJARAN 2016/2017






KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji tidak lupa kita ucapkan kepada Allah SWT yang masih memberikan kesehatan dan kesempatan kepada penulis, sehingga dengan kesehatan dan kesempatan itu penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Sholawat beserta salam penulis sampaikan kepada Nabi Besar Muhammad, Rasulullah SAW, karena dengan syafa’atnyalah kita bisa diringankan dalam memperoleh ridho Allah sehingga bisa masuk ke dalam surga Allah.
Kami  menyadari bahwa  makalah ini masih kurang dari sempurna dan masih banyak kekurangan di dalamnya. Oleh sebab itu dengan penuh rendah hati kami mohon agar kami diberikan kritik dan saran yang membangun guna Menyempurnakan tugas ini .
Dengan   segala   kekurangan   dan   keterbatasan,   semoga  makalah   ini   dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca, Amin.


Sidomulyo, 14 Maret 2016


Penyusun




DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...................................................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................................... ii
DAFTAR IS..................................................................................................................... iii
BAB           I        PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang................................................................................ 1
B.     Rumusan Masalah........................................................................... 1
C.     Tujuan............................................................................................. 1

BAB           II      PEMBAHASAN
A.    Pengertian Wakaf............................................................................ 2
B.     Sejarah Wakaf................................................................................. 3
C.     Dasar Hukum Wakaf...................................................................... 4
D.    Prinsip-prinsip Pengelolaan Wakaf................................................. 5
E.     Perkembangan Pengelolaan Harta Wakaf
dibeberapa Negara Muslim............................................................. 6
F.      Profil Lembaga dan Sistem Pengelolaan
Wakaf di Indonesia......................................................................... 7
G.    Rukun Dan Sayarat Wakaf............................................................. 7
H.    Bentuk-bentuk Wakaf..................................................................... 9

BAB           III     PENUTUP
A.    Kesimpulan..................................................................................... 10
B.     Saran dan Kritik.............................................................................. 10

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................... 11





BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Di Indonesia telah mengenal wakaf  baik setelah Islam masuk maupun sebelum Islam masuk. Di tanah jawa, lembaga-lembaga wakaf telah dikenal pada masa Hindu- Buddha yaitu dengan istilah Sima dan Dharma. Akan tetapi lembaga tersebut tidak persis sama dengan lembaga wakaf dalam hukum Islam. Dan peruntukannya hanya pada bidang tanah hutan saja atau berupa tanah saja. Umumnya, wakaf yang dikenal pada masa sebelum Islam atau oleh agama-agama lain diluar Islam hampir sama dengan Islam, yaitu untuk peribadatan.

Dengan kata lain lambaga wakaf telah dikenal oleh masyarakat pada peradaban yang cukup jauh dari masa sekarang. Namun tujuan utama   dari   wakafnya   yang   berbeda-beda   (untuk   mendapat   pahala,   hanya   untuk masyarakat  umum,  dll). Sedangkan   setelah  masuknya   Islam   istilah   wakaf   mulai dikenal. Menurut (Abdoerraoef) wakaf adalah menyediakan suatu harta benda yang dipergunakan hasilnya untuk kemaslahatan umat. Sehingga ketika wakaf dikenal di Indonesia   juga   mempengaruhi   pengaturan   perwakafan   tanah   di   Indonesia   yang peruntukannya   sebagai   tempat-tempat   peribadatan   dan   sosial   yang   dibuatnya peraturan-peraturan yang lebih khusus mengenai wakaf di era setelah kemerdekaan.

Hal ini dapat dilihat dari UU No. 5 Tahun 1960 (UUPA) yang terdapat pada Pasal 49 tentang Hak-hak tanah untuk keperluan suci dan sosial.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa Pengertian wakaf serta Bagaimana Prinsip – prinsip pengelolaan wakaf?
2.      Aplikasi dan pengelolaan wakaf tunai?
3.      Jelaskan   Peraturan   perwakafan   dan   profil   pengelola   wakaf   serta   prospek

C.    Tujuan
Pemanfaatan wakaf tidak hanya sebatas untuk kegiatan-kegiatan keagamaan dan sosial belaka, namun juga hendaknya dapat dimanfaatkan untuk pengembangan ekonomi yang bersifat makro. Selain itu, dengan dilakukannya investasi terhadap tanah   wakaf. Sehingga   tujuan   dan   manfaat   diadakannya   wakaf   tersebut   dapat terlaksana dengan baik dan benar-benar berguna bagi masyarakat umum.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Wakaf
Secara   etimologi,   wakaf   berasal   dari   “Waqf”   yang   berarti   “al-Habs”. Merupakan kata yang berbentuk masdar (infinitive noun) yang pada dasarnya berarti menahan, berhenti, atau diam. Apabila kata tersebut dihubungkan dengan harta seperti tanah, binatang dan yang lain, ia berarti pembekuan hak milik untuk faedah tertentu. Dalam pengertian hukum Islam wakaf adalah melepas kepemilikan atas harta yang dapat   bermanfaat   dengan   tanpa   mengurangi   bendanya   untuk   diserahkan   kepada perorangan atau kelompok (organisasi) agar dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan yang tidak bertentangan dengan syari’at. Definisi wakaf menurut ahli fiqh adalah sebagai berikut:

Pertama,   Hanafiyah   mengartikan   wakaf   sebagai   menahan   materi   benda (al-‘ain)   milik   Wakif   dan   menyedekahkan   atau  mewakafkan   manfaatnya   kepada siapapun   yang   diinginkan   untuk   tujuan   kebajikan.   Definisi   wakaf   tersebut menjelaskan bahawa kedudukan harta wakaf masih tetap tertahan atau terhenti di tangan Wakif itu sendiri. Dengan artian, Wakif masih menjadi pemilik harta yang diwakafkannya, manakala perwakafan hanya terjadi ke atas manfaat harta tersebut, bukan termasuk asset hartanya.

Kedua, Malikiyah berpendapat, wakaf adalah menjadikan manfaat suatu harta yang dimiliki (walaupun pemilikannya dengan cara sewa) untuk diberikan kepada orang yang berhak dengan satu akad (shighat) dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan keinginan Wakif. Definisi wakaf tersebut hanya menentukan pemberian wakaf kepada orang atau tempat yang berhak saja.

Ketiga,   Syafi‘iyah   mengartikan   wakaf   dengan   menahan   harta   yang   bias memberi manfaat serta kekal materi bendanya (al-‘ain) dengan cara memutuskan hak pengelolaan   yang   dimiliki   oleh   Wakif   untuk   diserahkan   kepada   Nazhir   yang dibolehkan oleh syariah. Golongan ini mensyaratkan harta yang diwakafkan harus harta yang kekal materi bendanya (al-‘ain) dengan artian harta yang tidak mudah rusak atau musnah serta dapat diambil manfaatnya secara berterusan.

Keempat,  Hanabilah mendefinisikan  wakaf  dengan  bahasa  yang  sederhana, yaitu menahan asal harta (tanah) dan menyedekahkan manfaat yang dihasilkan. Itu menurut para ulama ahli fiqih.  Dalam   Undang-undang   nomor   41   tahun   2004,   wakaf   diartikan   dengan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.

Wakaf  berfungsi  untuk  mewujudkan  potensi  dan  manfaat  ekonomis  harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum. Kemajuan dan peningkatan ekonomi umat, bantuan kepada fakir miskin.

B.     Sejarah Wakaf
Dalam  sejarah Islam, Wakaf dikenal sejak  masa  Rasulullah  SAW karena wakaf disyariatkan setelah nabi SAW tahun kedua Hijriyah. Ada dua pendapat yang berkembang  di  kalangan Fuqaha  tentang   siapa  yang   pertama   kali   melaksanakan syariat wakaf. Menurut sebagian pendapat ulama mengatakan bahwa yang pertama kali melaksanakan wakaf adalah Rasulullah SAW ialah wakaf tanah milik Nabi SAW untuk   dibangun   masjid.   Keberadaan   wakaf   sejak   masa   Rasulullah   saw,   telah diriwayatkan oleh Abdullah Bin Umar, bahwa umar bin khatab mendapat sebidang tanah di khaibar. Lalu umar bin kahatab menghadap Rasul untuk memohon petunjuk tentang apa yang sepatutnya dilakukan terhadap tanah tersebut. Lalu Rasul menjawab jika   engkau   mau   tahanlah   tanah   itu   laku   engkau   sedekahkan.   Lalu   umar menyedekahkan dan mensyaratkan bahwa tanah itu tidak boleh diwariskan. Umara saluran hasil tanah itu untuk orang-orang fakir, ahli familinya, membebaskan budak, orang-orang yang berjuang fisabililah. Masa-masa itu wakaf pertama dalam islam yang  dilakukan   oleh   Umar  Bin   khatab,  kemudian   disusul   oleh  abu   thalhah  dan sahabat-sahabat nabi Masa dinasti islam Praktek wakaf menjadi lebih luas pada masa dinasti   Umayah   dan   dinasti   Abbasiyah,   semua   orang   berduyun-duyun   untuk melaksanakan wakaf, dan wakaf tidak hanya untuk orang-orang fakir dan miskin saja, tetapi wakaf menjadi modal untuk membangun lembaga pendidikan, membangun perpustakaan dan membayar gaji para statnya, gaji para guru dan beasiswa untuk para siswa dan mahasiswa. Wakaf pada mulanya hanyalah keinginan seseorang yang ingin berbuat baik dengan kekayaan yang dimilikinya dan dikelola secara individu tanpa ada aturan yang pasti. Namun setelah masyarakat Islam merasakan betapa manfaatnya lembaga wakaf, maka timbullah keinginan untuk mengatur perwakafan dengan baik.
Kemudian dibentuk lembaga yang mengatur wakaf untuk mengelola, memelihara dan menggunakan harta wakaf, baik secara umum seperti masjid atau secara individu atau keluarga   Pada   masa   dinasti   Umayyah,   terbentuk   lembaga   wakaf   tersendiri sebagaimana lembaga lainnya dibawah pengawasan hakim. Lembaga wakaf inilah yang pertama kali dilakukan dalam administrasi wakaf di Mesir, bahkan diseluruh negara Islam. Pada masa dinasti Abbasiyah terdapat lembaga wakaf yang disebut dengan “shadr al-Wuquuf” yang mengurus administrasi dan memilih staf pengelola lembaga wakaf. Demikian perkembangan wakaf pada masa dinasti Umayyah dan Abbasiyah yang  manfaatnya  dapat  dirasakan  oleh  masyarakat,  sehingga  lembaga wakaf berkembang searah dengan pengaturan administrasinya.

Pada   masa   dinasti   Ayyubiyah   di   Mesir   perkembangan   wakaf   cukup menggembirakan, dimana hampir semua tanah-tanah pertanian menjadi harta wakaf dan semua dikelola oleh negara dan menjadi milik negara (baitul mal). Lembaga wakaf yang berasal dari agama Islam ini telah diterima menjadi hukum adat bangsa Indonesia sendiri. Di samping itu, suatu kenyataan pula bahwa di Indonesia terdapat banyak benda wakaf, baik wakaf benda bergerak ataupun benda tak bergerak. Dalam perjalanan sejarah wakaf terus berkembang dan akan selalu berkembang bersamaan dengan laju perubahan zaman dengan berbagai inovasi-inovasi yang relevan seperti bentuk wakaf uang, wakaf Hak atas Kekayaan Intelektual (Haki). Di Indonesia sendiri saat ini wakaf kian mendapat perhatian yang cukup serius dengan diterbitkannya Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf dan PP No. 42 Tahun 2006 tentang pelaksanaannya.

C.    Dasar Hukum Wakaf
Secara umum tidak terdapat ayat al-Quran yang menerangkan konsep wakaf secara   jelas.   Oleh   karena   wakaf   termasuk   infaq   fi   sabilillah,   maka   dasar   yang digunakan   para   ulama   dalam   menerangkan   konsep   wakaf   ini   didasarkan   pada keumuman ayat-ayat al-Quran yang menjelaskan tentang infaq fi sabilillah. Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji." (Q.S al-Baqarah:267).
Artinya : "Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya." (Q.S ali Imran:92).

Adapun Hadis yang menjadi dasar dari wakaf yaitu Hadis yang menceritakan tentang kisah Umar bin al-Khaththab ketika menerima tanah di Khaibar.

Bahwa sahabat Umar ra. memperoleh sebidang tanah di Khaibar, kemudian Umar ra. menghadap Rasulullah saw. untuk meminta petunjuk. Umar berkata: "Hai Rasulullah   saw.,   saya   mendapat   sebidang   tanah   di   Khaibar,   saya   belum mendapatkan harta sebaik itu, maka apakah yang engkau perintahkan kepadaku?" Rasulullah saw. bersabda: "Bila engkau suka, kau tahan (pokoknya) tanah itu, dan engkau sedekahkan (hasilnya). "kemudian Umar mensedekahkan (tanahnya untuk dikelola), tidak dijual, tidak di hibahkan dan tidak di wariskan. Ibnu Umar berkata: "Umar   menyedekahkannya   (hasil   pengelolaan   tanah)   kepada   orang-orang   fakir, kaum kerabat, hamba sahaya, sabilillah, ibnu sabil dan tamu. Dan tidak dilarang bagi yang mengelola (Nadhir) wakaf makan dari hasilnya dengan cara yang baik (sepantasnya) atau memberi makan orang lain dengan tidak bermaksud menumpuk harta" (HR. Muslim).

Dalil Ijma' :Imam Al-Qurthuby berkata: Sesungguhnya permasalahan wakaf adalah ijma (sudah disepakati) diantara para sahabat Nabi; yang demikian karena Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Aisyah, Fathimah, Amr ibn Al-Ash, Ibnu Zubair, dan Jabir, seluruhnya mengamalkan syariat wakaf, dan wakaf-wakaf mereka, baik di Makkah maupun Madinah,  sudah dikenal  masyhur oleh  khalayak  ramai.  (Lihat: Tafsir Al-Qurthuby: 6/339, Al Mustadrah 4/200, Sunan Al-Daraquthny 4/200, Sunan Al-Baihaqy 6/160, Al-Muhalla 9/180).
D.    Prinsip – Prinsip Pengelolaan Wakaf
Ada beberapa hal yang menjadi pokok pikiran dari undang-undang tersebut, paling tidak meliputi lima prinsip yaitu :
1.      Untuk menciptakan tertib hukum dan administrasi wakaf guna melindungi harta benda wakaf, hal tersebut dapat dilihat adanya penegasan dalam undang-undang ini agar wajib dicatat dan dituangkan dalam akta ikrar wakaf dan didaftarkan serta diumumkan yang pelaksanaannnya dilakukan sesuai dengan tata cara yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai wakaf yang harus dilaksanakan.
2.      Ruang  lingkup wakaf  yang  selama  ini  dipahami  secara  umum  cenderung terbatas pada wakaf benda tidak bergerak, menurut undang-undang ini wakif dapat pula mewakafkan sebagian kekayaan berupa harta benda bergerak, baik berwujud dan tak  berwujud yaitu uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak  kekayaan intelektual, hak sewa dan benda bergerak lainnya. Dalam hal benda bergerak berupa uang, wakif dapat mewakafkan melalui Lembaga Keuangan Syariah. Yang dimaksud dengan Lembaga Keuangan Syariah di sini adalah badan hukum Indonesia yang dibentuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bergerak di bidang keuangan syari’ah, misalnya badan hukum di bidang perbankan syari’ah.
3.      Peruntukan harta wakaf tidak semata-mata kepentingan sarana ibadah dan sosial, tetapi juga dapat diperuntukkan memajukan kesejahteraan umum dengan cara mewujudkan potensi dan manfaat ekonomi harta benda wakaf.
4.      Untuk mengamankan harta benda wakaf dan campurtangan pihak ketiga yang merugikan kepentingan wakaf, perlu meningkatkan kemampuan profesional Nazhir.
5.      Undang-undang ini juga mengatur pembentukan Badan Wakaf Indonesia yang dapat mempunyai perwakilan di daerah sesuai dengan kebutuhan. Badan tersebut merupakan lembaga independen yang melaksanakan tugas di bidang perwakafan yang melakukan pembinaan terhadap Nazhir, melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf berskala nasional dan internasional, memberikan persetujuan atas perubahan  peruntukan  dan   status harta  benda  wakaf  dan   memberikan  saran  dan pertimbangan kepada pemerintah dalam penyusunan kebijakan di bidang perwakafan. (Lihat penjelasan dari UU No.41 tahun 2004 tentang wakaf)

E.     Perkembangan Pengelolaan Harta Wakaf di Beberapa Negara Muslim
Wakaf mengalami kemajuan dan pengelolaan yang semakin profesional di banyak negara muslim, seperti Arab Saudi, Mesir, Turki, Kuwait, dll. Harta wakaf digunakan untuk membangun rumah sakit, hotel, sekolah, persawahan,   jembatan,  jalan, dan sarana umum lainnya. Bahkan tanah wakaf di beberapa negara tersebut lebih dari ¾ menjadi lahan produktif di negara tersebut. Di Mesir dan kuwait bahkan APBN negara mereka ditopang oleh Wakaf, dan di Universitas Aljazair Kairo Mesir Mahasiswa bahkan dibiayai oleh negara dengan dana Wakaf. Prof. Dr. Abdul Manan (Bangladesh) membuat terobosan baru dengan membuat Social Investment Bank Ltd (SIBL) yaitu sebuah bank sosial yang mengelola wakaf tunai. Walaupun Bangladesh termasuk negara miskin tetapi masyarakatnya cukup antusias dalam membayar wakaf, karena SIBL mengeluarkan sertifikat wakaf yang dapat digunakan untuk mengurangi pajak penghasilan orang yang sudah berwakaf, dan selain itu karena dana wakaf yang dikelola secara profesional dapat berperan dalam peningkatan perekonomian umat Islam Bangladesh.

F.     Profil Lembaga dan Sistem Pengelolaan Wakaf di Indonesia
1.      Profil Lembaga
Tabungan   Wakaf   Indonesia   merupakan   lembaga   wakaf   yang   didirikan   oleh Dompet Dhuafa dan diresmikan pada tanggal 14 Juli 2005. Berperan sebagai lembaga yang melakukan sosialisasi, edukasi dan advokasi wakaf kepada masyarakat sekaligus berperan   sebagai   lembaga   penampung   dan   pengelola   harta   wakaf.   Visi   dalam tabungan wakaf Indonesia ini adalah menjadi lembaga wakaf berorientasi global yang mampu menjadi wakaf sebagai salah satu pilar kebangkitan ekonomi umat yang berbasiskan   sistem   ekonomi   berkeadilan.   Misinya   itu   mendorong   pertumbuhan ekonomi   umat   serta   optimalisasi  peran   wakaf   dalam   sektor   sosial   dan   ekonomi produktif
2.      Sistem Pengelolaan Wakaf
Karena pada dasarnya lembaga ini adalah amil zakat, maka pengelolaan wakaf juga baru ada setelah ada demand wakaf dari jamaah. Demikian terus berlanjut hinga sekarang. Laporan kegiatannya pun belum ada mengingat tanah wakaf yang terletak di bilanagn Ciputat itu baru dibangun sarana dan prasarananya. Wakaf dalam lembaga ini nantinya akan dikelola secara produktif yaitu nanti didalamnya akan ada sarana ibadah  dan  sarana  pelatihan  MQ,  pendidikan  formal,   Balai   Latiahan   Kerja,   dan Sebagian Pemanfaatan Lahan untuk perikanan.

G.    Rukun dan Syarat Wakaf
Rukun wakaf ada empat, yaitu: pertama, orang yang berwakaf (al - wakif). Kedua, benda yang diwakafkan (al - mauquf). Ketiga, orang yang menerima manfaat wakaf (al – mauquf ‘alaihi). Keempat, lafaz atau ikrar wakaf (sighah).

1.      Syarat-syarat   orang   yang   berwakaf   (al-waqif)Syarat-syarat   al-waqif   ada empat, pertama orang yang berwakaf ini mestilah memiliki secara penuh harta itu, artinya dia merdeka untuk mewakafkan harta itu kepada sesiapa yang ia kehendaki. Kedua dia mestilah orang yang berakal, tak sah wakaf orang bodoh, orang gila, atau orang yang sedang mabuk. Ketiga dia mestilah baligh. Dan keempat dia mestilah orang  yang mampu  bertindak secara hukum  (rasyid). Implikasinya  orang  bodoh, orang yang sedang muflis dan orang lemah ingatan tidak sah mewakafkan hartanya.
2.      Syarat-syarat harta yang diwakafkan (al-mauquf)Harta yang diwakafkan itu tidak sah dipindahmilikkan, kecuali apabila ia memenuhi beberapa persyaratan yang ditentukan   oleh   ah;   pertama   barang   yang   diwakafkan   itu   mestilah   barang   yang berharga Kedua, harta yang diwakafkan itu mestilah diketahui kadarnya. Jadi apabila harta itu tidak diketahui jumlahnya (majhul), maka pengalihan milik pada ketika itu tidak sah. Ketiga, harta yang diwakafkan itu pasti dimiliki oleh orang yang berwakaf (wakif). Keempat, harta itu mestilah berdiri sendiri, tidak melekat kepada harta lain (mufarrazan) atau disebut juga dengan istilah (ghaira shai’).
3.      Syarat-syarat orang yang menerima manfaat wakaf (al-mauquf alaih) Dari segi klasifikasinya orang yang menerima wakaf ini ada dua macam, pertama tertentu (mu’ayyan) dan tidak tertentu (ghaira mu’ayyan). Yang dimasudkan dengan tertentu ialah, jelas orang yang menerima wakaf itu, apakah seorang, dua orang atau satu kumpulan yang semuanya tertentu dan tidak boleh dirubah. Sedangkan yang tidak tentu maksudnya tempat berwakaf itu tidak ditentukan secara terperinci, umpamanya seseorang sesorang untuk orang fakir, miskin, tempat ibadah, dll. Persyaratan bagi orang yang menerima wakaf tertentu ini (al-mawquf mu’ayyan) bahwa ia mestilah orang yang boleh untuk memiliki harta (ahlan li al-tamlik), Maka orang muslim, merdeka dan kafir zimmi yang memenuhi syarat ini boleh memiliki harta wakaf. Adapun orang bodoh, hamba sahaya, dan orang gila tidak sah menerima wakaf. Syarat-syarat yang berkaitan dengan ghaira mu’ayyan; pertama ialah bahwa yang akan menerima wakaf itu mestilah dapat menjadikan wakaf itu untuk kebaikan yang dengannya dapat mendekatkan diri kepada Allah. Dan wakaf ini hanya ditujukan untuk kepentingan Islam saja.
4.      Syarat-syarat Shigah Berkaitan dengan isi ucapan (sighah) perlu ada beberapa syarat.  Pertama,  ucapan itu   mestilah   mengandungi  kata-kata   yang   menunjukKan kekalnya (ta’bid). Tidak sah wakaf kalau ucapan dengan batas waktu tertentu. Kedua, ucapan itu dapat direalisasikan segera (tanjiz), tanpa disangkutkan atau digantungkan kepada syarat tertentu. Ketiga, ucapan itu bersifat pasti. Keempat, ucapan itu tidak diikuti   oleh   syarat   yang   membatalkan.   Apabila   semua   persyaratan   diatas   dapat terpenuhi   maka   penguasaan   atas   tanah   wakaf   bagi   penerima   wakaf   adalah   sah. Pewakaf tidak dapat lagi menarik balik pemilikan harta itu telah berpindah kepada Allah dan penguasaan harta tersebut adalah orang yang menerima wakaf secara umum ia dianggap pemiliknya tapi bersifat ghaira tammah.

H.    Bentuk-bentuk wakaf
1        Wakaf ahli
yaitu wakaf yang ditujukan kepada orang-orang tertentu, seorang atau lebih, baik keluarga si wakif atau bukan. Wakaf ahli juga sering disebut wakaf dzurri atau wakaf ‘alal aulad yakni wakaf yang diperuntukan bagi kepentingan dan jaminan sosial dalam lingkungan keluarga atau lingkungan kerabat sendiri.  Dalam satu segi, wakaf ahli ini mempunyai dua aspek kebaikan, yaitu (1) kebaikan sebagai amal ibadah wakaf, (2) kebaikan silaturrahmi terhadap keluarga yang diberikan harta wakaf.

2        Wakaf Khoiri
Wakaf  khoiri  yaitu wakaf yang secara tegas untuk kepentingan keagamaan atau kemasyarakatan (kepentingan umum). Wakaf ini ditujukan untuk kepentingan umum dengan tidak terbatas pada aspek penggunannya yang mencakup semua aspek untuk kepentingan dan kesejahteraan umat manusia pada umumnya.




BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dalam   Undang-undang   nomor   41   tahun   2004,   wakaf   diartikan   dengan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah. Prinsip-prinsip Pengelolaan Wakaf adalah Seluruh harta benda wakaf harus diterima sebagai sumbangan dari wakif dengan status wakaf sesuai dengan syariah, Wakaf dilakukan dengan tanpa batas waktu, Wakif mempunyai kebebasan memilih tujuan-tujuan sebagaimana yang diperkenankan oleh Syariah, Jumlah harta wakaf tetap utuh dan hanya keuntungannya saja yang akan dibelanjakan untuk tujuan-tujuan yang   telah   ditentukan   oleh   Wakif,   dan   Wakif   dapat   meminta   keseluruhan keuntungannya untuk tujuan-tujuan yang telah ia tentukan. Menurut pandangan dari DT wakaf sangat menarik untuk dikembangkan dan disosialisasikan   kepada   masyarakt   khususnya   untuk   wakaf   yang   dikelola   secara produktif dan hasilnya untuk kegiatan social. DPU Dt memandang wakaf boleh dikata tidak memiliki kendala, namun tantangan selalu ada karena mereka berfikir bagaiman wakaf   ini   bias   berkembang   dan   terus   mengalirakn   manfaat   bagi   ummat   dan menghasilkan pahala bagi Muwakif. Strategi dan Rencana kedepan DPU DT dalam mengelola   Wakaf   adalah   Perbanyak   sosialisasi   dan   promosi   tentang   wakaf, Pembuatan   akuntabilitas   dalam   kinerja   lembaga,   Buat   replikasi   di   Tanah   wakaf tertentu yang telah ada atqau sedang dikembangkan untuk dikloning ditempat lain.

B.     Saran dan Kritik
Dengan kerendahan hati, penulis merasa makalah ini sangat sederhana dan jauh dari kesempurnaan,. Saran dan kritik yang konstruktif sangat diperlukan demi kesempurnaan makalah sehingga akan lebih bermanfaat dalam kontribusinya bagi keilmuan. Wallahu’alam.



DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Abdul gani. 2008. wakaf produktif. bandung: simbiosa rekatama media.
Al – alabij, adijani. 2002. perwakafan tanah di indonesia. jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Antonio, Syafi’i. 2006. menuju era wakaf produktif.  Jakarta selatan: mitra abadi press.
Chairuman,  Pasaribu   dan  Suhrawardi  K.   Lubis,  2004,  Hukum   Perjanjian  dalam   Islam, Jakarta: Sinar Grafika.
Soemitra, andri. 2009. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Kencana.
Hafidhuddin, Didin. 2004. hukum wakaf. jakarta: iiman dan dompet duafa republika.
Usman, Suparman. 1994. Hukum Perwakafan Di Indonesia. Kudus: Darul Ulum Press.
No   name,   2006,   Perkembangan   Pengelolaan   Wakaf   Di   Indonesia,Jakarta:   Direktorat Pemberdayaan Wakaf.
Ujang sutaryat, “hukum wakaf di indonesia” dalam http://hukum-wakaf-di-indonesia.html
No name, “praktek pengelolaan wakaf” dalam http://Makalah-Hasan-Wakaf.htm
No name, “Perkembangan Wakaf dalam Wacana Fiqh Islam dan Pemberdayaannya dalam
Pembangunan” dalam http://Diskusi%201.htm
Idrus andy rahman, “wakaf uang dalam perspektif fikih” dalam http://Makalah.htm
Usman, Suparman. 1994. Hukum Perwakafan Di Indonesia. Kudus: Darul Ulum Press.
Rizal, “wakaf” dalam http://makalah-hukum-i.patdn.htm



No comments:

Post a Comment